Dukuhwaluh Kala Malam..
… pena santri. Kupejamkan mata ini, kurapatkan benar kelopak yang mulai terasa perih oleh rasa kantuk. Dan kesadaranku pun mulai menurun. Turun jauh ke dasar kenisbian diri. Ketiadaan. Kucoba tuk berusaha kembali kepada Sang Pencipta; Allah ta’ala. Pesantren telah hening. Kamar-kamar asrama telah senyap ditelan gelombang gelap malam. Tapi, satu percikan bingar mulai membakar. Membakar. Dan terus membakar. Oh Tuhan, aku tersentak bangun. Kurayapi setiap mili sudut kamar yang bening. Kubersila, melipat kaki yang sudah terlalu merdeka. Aku diam. “Ooo.. betapa kenyataan umat sangat mengusik”..denyar kepalaku kembali terasa. “..tapi aku cuma seorang santri” Bisikku mendiamkan kalbu. “lalu apa yang kau nanti?” bantah hatiku. “..apakah kau harus menunggu menjadi Kyai, Ustadz ataukah politisi untuk dapat memberikan sesuatu, hanya sesuatu. Sesuatu yang memberikan arti bagi umat Islam seluruhnya” seloroh hatiku. Tapi aku mengerti, ia kembali mencoba memprovokasi pikiranku dengan hal-hal